RSS

Selasa, 08 Desember 2009

Pulau Kangean

Kangean adalah gugusan pulau yang terletak di sebelah ujung timur Pulau Madura, Laut Jawa. Kepulauan ini terdiri dari sedikitnya 60 pulau, dengan luas wilayah 487 km². Pulau-pulau terbesar adalah Pulau Kangean (188 km²), Pulau Paliat, dan Pulau Sapanjang. Pulau Kangean bagian timur terdapat pegunungan dan puncak tertingginya 364 m.

Wilayah & Pemerintahan

Kabupaten Sumenep

Walaupun kepulauan, Kangean masih termasuk wilayah Kabupaten Sumenep. Ada tiga kecamatan di Kangean, yaitu Arjasa, Sapeken, dan kecamatan Kangayan hasil pemekaran kecamatan Arjasa. Kecamatan Arjasa membawahi pulau kangean bagian barat, Kangayan membawahi Pulau Kangean bagian timur, sedangkan Sapeken membawahi pulau-pulau kecil dan mendominasi bagian timur kepulauan Kangean (antara lain Sapeken, Paliat, Sadulang Besar, Sadulang Kecil, Pagerungan Besar, dan Pagerungan Kecil).

Transportasi

Kangean berjarak ±100 km dari Sumenep. Transportasi yang ada saat ini adalah kapal laut yang dikelola oleh PT. Dharma Lautan Indonesia dan Sumekar Line (milik Pemkab Sumenep). Dengan transportasi ini masyarakat Kangean dapat pulang-pergi ke pulau Madura hampir setiap hari. Rata-rata waktu tempuh ke pulau Kangean sekitar 7-10 jam dari pelabuhan Kalianget.

Masyarakat

Masyarakat kepulauan kangean terkenal sangat ramah, sopan dan beragama. Selain itu, masyarakatnya memiliki bahasa dan tutur kata (dialek) yang beraneka ragam antar daerah. khusus sapeken dan beberapa pulau-pulau kecil disekitarnya, masyarakat yang mendiami pulau ini, biasa menggunakan berbagai bahasa, seperti bahasa bajo, bahasa mandar, bahasa makasar dan beberapa bahasa daerah yang berasal dari sulawesi. hal ini tidak lepas, karena masyarakat pulau-pulau ini, dulunya adalah para pelayar yang berasal dari sulawesi. lain halnya dengan penduduk yang menempati pulau tersbesar (kangean), khususnya yang tinggal di kecamatan arjasa, mereka tetap menggunakan bahasa madura dengan sedikit perbedaan dialek. Pada tingkat pendidikan, sudah tergolong sedikit maju. Banyak alumni dari sekolah di kepulauan ini yang kemudian melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negri maupun swasta di kota - kota besar di Jawa. Namun sayangnya sebagian besar diantara mereka, setelah menyelesaikan pendidikan, rata - rata mereka tidak mau lagi kembali ke Kangean untuk membangun pulau ini. Setelah mereka berhasil, mereka lebih memilih untuk menetap diluar kepulauan kangean. Seperti Bali, Jawa, Sumatra, dan Kalimantan, (sebagian besar di Jawa).

Taman Sare



Sumenep
- Taman Sare atau pemandian istri dan dayang-dayang Keraton Sumenep hingga kini dikeramatkan. Taman Sare yang berada di sebelah timur Pendopo Agung, Jalan dr Soetomo diyakini airnya dapat menambah aura kecantikan tiap wanita yang mencuci muka di taman yang dikelilingi dengan berbagai macam tanaman bunga tersebut.

Tak ayal, jika setiap pengunjung wanita, selain bisa menikmati ikan-ikan hias di dalamnya, menyempatkan diri mencuci muka. Lalu, meletakkan uang recehan di pinggir Taman Sare sebagai tumbalnya. Bahkan, pengunjung juga membawa air Taman Sare itu untuk penyembuhan segala macam penyakit.

Konon, para dayang dan istri raja-raja Sumenep dikenal ayu, lemah lembut dan mempunyai aura yang luar biasa. Sehingga tersohor hingga Kerajaan Majapahit. Kecantikan wanita Sumenep waktu itu, salah satunya karena berkat sumber air yang ada di Taman Sare.

Selain untuk kecantikan, air Taman Sare juga diyakini cepat menemukan jodoh. Dengan aura yang dipancarkan, wanita yang kesulitan mendapat jodoh idaman dengan mudah diberikan jalan atas izin Allah SWT.

Setiap hari libur, Taman Sare tersebut dipadati pengunjung. Sebab, selain tempatnya sejuk juga rangkaian obyek wisata museum Keraton Sumenep. Untuk sampai Ketaman Sare harus melewati pintu keraton yang dikenal dengan sebutan 'Labeng Mesem' atau pintu tersenyum.

Setiap pengunjung selalu diakhiri di Taman Sare. Selain dipercaya airnya mengandung kekuatan ghaib, tempatnya sejuk dan enak untuk beristirahat sejenak.
Para pengunjung wanita rata-rata mencuci muka untuk mengeluarkan aura kewanitaannya.

Setiap pengunjung, baik lokal maupun wisatawan dari luar daerah banyak yang kagum dengan keasrian dan keaslian peninggalan para raja-raja Sumenep. Baik yang ada dalam museum seperti Kereta Kencana dan alat kleningan serta tempat pertemuan dan pemandian dayang-dayang keraton yang masih utuh.

Cuma petugas tetap memperingati jangan sampai keluar dari kepercayaan dan agamanya masing-masing. Sebab, banyak yang meyakini kebaikan air Taman

Masjid Agung Sumenep




MASJID Jami’ Sumanep terkenal sangat unik, memiliki arsitektur perpaduan banyak unsur budaya yang berkembang di masyarakatnya. Berbagai hasil karya arsitektur tergabung menjadi satu, sosok yang tampil ke permukaan menjadi indah dan menawan siapa saja. Bangunan masjid yang dibangun sekitar tahun 1763, diprakarsai Panembahan Sumolo Asiru.
Menurut Babad Madura Panembahan Sumolo Asiru yang bergelar Pangeran Notokusumo I, di awal pemerintahannya memprakarsai pembangunan Masjid Jami’ Sumenep. Selama 50 tahun pemerintahan di bawah kekuasaan Panembahan Notokusumo I yang memerintah tahun 1762-1811, banyak terjadi kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan.
Islam yang berkembang di tanah Jawa, juga menjadi bagian kehidupan masyarakat Madura. Hubungan Jawa dan Madura berlagsung sejak lama, mulai zaman Majapahit hingga Mataram yang ditandai pertukaran dan pembauran masyarakat dari kedua belah pihak. Perkembangan ajaran Islam di Pulau Madura, tidak dapat dipisahkan dari dinamika dan pergumulan masyarakat Jawa yang satu sama lain dihubungkan dengan Selat Madura.
Perkembangan Islam di Ampel dan Giri menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Madura, tugas dakwah yang diemban para wali mencakup seluruh wilayah termasuk Jawa dan Madura. Jauh sampai ke Timur bahkan mencapai Nusa Tenggara Barat, Maluku dan Makassar.
Sunan Giri yang tinggal di perbukitan Gresik salah seorang murid Sunan Ampel, setelah banyak belajar dari gurunya, Sunan Giri menadapat tugas untuk mengembangkan ajaran Islam di daerahnya. Selain kampung halaman, tugas yang diemban mencakup daerah sekitarnya, bahkan mencapai wilayah yang jauh dan dibatasi selat dan laut.
Sunan Giri yang bernama Raden Paku atau Ainul Yaqin putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu putri Adipati Blambangan Menak Sembuyu, sejak kecil banyak belajar kepada Sunan Ampel yang juga pamannya. Di kemudian hari Sunan Giri diambil menantu Sunan Ampel dijodohkan dengan putrinya yang bernama Murthosiah keturunan Sunan Ampel dan Nyai Karimah Kembang Kuning.
Setelah dewasa Raden Paku bermukim di perbukitan Gresik sehingga lebih dikenal sebagai Sunan Giri, sepeninggal Sunan Ampel, Sunan Giri bertugas menggantikan sebagai penyebar ajaran Islam. Selain di tanah Jawa juga menyeberang sampai ke Madura bahkan sampai negeri yang sangat jauh di belahan timur hingga Maluku dan Makassar.
Selain peran Sunan Giri, para pedagang yang datang dari Gujarat (India) dan perantau dari Jazirah Arabia banyak singgah di Madura sehingga terjadi pergumulan baik budaya maupun tatanan kehidupan. Islam yang dibawa para pedagang dan penyampai ajaran Islam menyatu dengan kehidupan masyarakat setempat sehingga menjadi bagian tak terpisahkan. Perpaduan kehidupan masyarakat setempat dan para pendatang bukan saja terjadi di masyarakat awam, melainkan merasuk sampai di kalangan para pejabat keajaan ketika itu.
Arsitektur Campuran
Masjid Jami’ Sumenep dari bentuk bangunannya merupakan penggabungan berbagai unsur budaya yang berkembang di masyarakatnya. Ketika itu hidup berbaur berbagai etnis masyarakat yang saling memberikan pengaruh, termasuk dalam penataan dan pembangunan.
Campuran antara arsitektur Arab-Persia-Jawa-India-Cina menjadi satu bangunan yang menawan. Sangat mungkin berbagai etnis yang tinggal di Madura lebih banyak lagi sehingga membentuk struktur bangunan lengkap dengan ornamen yang menghias bangunan secara keseluruhan.
Kubah kecil di puncak bangunan sangat mungkin mewakili arsitektur Arab-Persia tentu dengan sejumlah modifikasi yang berkembang seiring dengan tuntutan perubahan zaman dan makan. Ornamen yang ditandai dengan cat warna-warna menyala menggambarkan corak bangunan dari Gujarat-Cina. Bangunan bersusun dengan puncak bagian atas menjulang tinggi mengingatkan bentuk-bentuk candi yang menjadi warisan masyarakat Jawa
Struktur bangunan secara keseluruhan menggambarkan tatanan kehidupan masyarakat yang rumit di saat itu. Jalinan hubungan antaretnik yang hidup di Madura dapat disaksikan dari bangunan utuh dari sosok masjid tersebut.

ORANGE'S CAVE



Kecamatan : Kota Sumenep
Desa : Kebunagung

  1. Nama Jenis Potensi Wisata : Gua Jeruk
  2. Luas Area : 150 m2
  3. Sarana dan prasarana : Jalan Setapak
  4. Deskripsi Potensi Wisata :
    Gua jeruk terletak di dataran tinggi diluar kawasan Asta Tinggi di Desa Kebunagung Kabupaten Sumenep. Gua tersebut sebagai tempat pertapaan Sultan Abudurrahman Pakunata ningrat Adipati Sumenep pada tahun 1811-1854)M. Setelah pemerintahan Panembahan Sumolo. Sultan Abdurrahman adalah satu-satunya adipati Sumenep yang sangat cerdik dalam mengelola cara pemerintahan pada zamannya. Beliau pernah bertugas keluar Madura untuk membasmi pemberontakan seperti; di Japan, Cirbon, Bali, Sulawesi pada tahun 1811-1916.
    Pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman seluruh rakyat Sumenep merasa aman dan damai, tentram dan roda perekonomian sangat lancar. Sehingga beliau mendapat tempat di hati rakyatnya, setiap masyarakat segan, hormat dan mencintai sang sultan.
    Oleh karena itu Gua Jeruk tetap dijaga kelestarian dan keasliannya. Hal ini selain untuk mengenang Sultan Abdurrahman juga menjaga salah satu tonggak sejarah Sumenep. Gua jeruk ramai dikunjungi oleh masyarakat, bukan saja berasal dari dalam kota melainkan luar kota juga bahkan lintas provinsi terutama ketika musim libur sekolah atau libur hari raya seperti hari raya idul fitri dan ketupatan.
    Mengingat tingginya pengunjung setiap minggunya, perlu kiranya pengembangan wisata gua jeruk. Karena selain keindahannya, letaknya yang strategis juga mendukung dilakukannya pengembangan wisata Gua Jeruk ini.
  5. Deskripsi Pengolahan / Pengembangannya
    Dilihat dari banyaknya pengunjung tiap minggunya, Gua Jeruk ternyata memiliki potensi wisata sehingga perlu dikembangkan agar menjadi salah satu wisata yang lebih lagi yang nantinya mampu memberikan nilai lebih pada masyarakat sekitar khususnya dan masyarakat sumenep umumnya. Adapun yang perlu dikembangkan, seperti:
    1. Perbaikan Jalan
    2. Tempat Parkir Sepeda Motor
    3. Pemasangan Lampu
    4. Tempat istirahat/ Gasibo.