
MASJID Jami’ Sumanep terkenal sangat unik, memiliki arsitektur perpaduan banyak unsur budaya yang berkembang di masyarakatnya. Berbagai hasil karya arsitektur tergabung menjadi satu, sosok yang tampil ke permukaan menjadi indah dan menawan siapa saja. Bangunan masjid yang dibangun sekitar tahun 1763, diprakarsai Panembahan Sumolo Asiru.
Menurut Babad Madura Panembahan Sumolo Asiru yang bergelar Pangeran Notokusumo I, di awal pemerintahannya memprakarsai pembangunan Masjid Jami’ Sumenep. Selama 50 tahun pemerintahan di bawah kekuasaan Panembahan Notokusumo I yang memerintah tahun 1762-1811, banyak terjadi kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan.
Islam yang berkembang di tanah Jawa, juga menjadi bagian kehidupan masyarakat Madura. Hubungan Jawa dan Madura berlagsung sejak lama, mulai zaman Majapahit hingga Mataram yang ditandai pertukaran dan pembauran masyarakat dari kedua belah pihak. Perkembangan ajaran Islam di Pulau Madura, tidak dapat dipisahkan dari dinamika dan pergumulan masyarakat Jawa yang satu sama lain dihubungkan dengan Selat Madura.
Perkembangan Islam di Ampel dan Giri menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Madura, tugas dakwah yang diemban para wali mencakup seluruh wilayah termasuk Jawa dan Madura. Jauh sampai ke Timur bahkan mencapai Nusa Tenggara Barat, Maluku dan Makassar.
Sunan Giri yang tinggal di perbukitan Gresik salah seorang murid Sunan Ampel, setelah banyak belajar dari gurunya, Sunan Giri menadapat tugas untuk mengembangkan ajaran Islam di daerahnya. Selain kampung halaman, tugas yang diemban mencakup daerah sekitarnya, bahkan mencapai wilayah yang jauh dan dibatasi selat dan laut.
Sunan Giri yang bernama Raden Paku atau Ainul Yaqin putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu putri Adipati Blambangan Menak Sembuyu, sejak kecil banyak belajar kepada Sunan Ampel yang juga pamannya. Di kemudian hari Sunan Giri diambil menantu Sunan Ampel dijodohkan dengan putrinya yang bernama Murthosiah keturunan Sunan Ampel dan Nyai Karimah Kembang Kuning.
Setelah dewasa Raden Paku bermukim di perbukitan Gresik sehingga lebih dikenal sebagai Sunan Giri, sepeninggal Sunan Ampel, Sunan Giri bertugas menggantikan sebagai penyebar ajaran Islam. Selain di tanah Jawa juga menyeberang sampai ke Madura bahkan sampai negeri yang sangat jauh di belahan timur hingga Maluku dan Makassar.
Selain peran Sunan Giri, para pedagang yang datang dari Gujarat (India) dan perantau dari Jazirah Arabia banyak singgah di Madura sehingga terjadi pergumulan baik budaya maupun tatanan kehidupan. Islam yang dibawa para pedagang dan penyampai ajaran Islam menyatu dengan kehidupan masyarakat setempat sehingga menjadi bagian tak terpisahkan. Perpaduan kehidupan masyarakat setempat dan para pendatang bukan saja terjadi di masyarakat awam, melainkan merasuk sampai di kalangan para pejabat keajaan ketika itu.
Arsitektur Campuran
Masjid Jami’ Sumenep dari bentuk bangunannya merupakan penggabungan berbagai unsur budaya yang berkembang di masyarakatnya. Ketika itu hidup berbaur berbagai etnis masyarakat yang saling memberikan pengaruh, termasuk dalam penataan dan pembangunan.
Campuran antara arsitektur Arab-Persia-Jawa-India-Cina menjadi satu bangunan yang menawan. Sangat mungkin berbagai etnis yang tinggal di Madura lebih banyak lagi sehingga membentuk struktur bangunan lengkap dengan ornamen yang menghias bangunan secara keseluruhan.
Kubah kecil di puncak bangunan sangat mungkin mewakili arsitektur Arab-Persia tentu dengan sejumlah modifikasi yang berkembang seiring dengan tuntutan perubahan zaman dan makan. Ornamen yang ditandai dengan cat warna-warna menyala menggambarkan corak bangunan dari Gujarat-Cina. Bangunan bersusun dengan puncak bagian atas menjulang tinggi mengingatkan bentuk-bentuk candi yang menjadi warisan masyarakat Jawa
Struktur bangunan secara keseluruhan menggambarkan tatanan kehidupan masyarakat yang rumit di saat itu. Jalinan hubungan antaretnik yang hidup di Madura dapat disaksikan dari bangunan utuh dari sosok masjid tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar